Entri Populer

Rabu, 30 Maret 2011

Kajian Surat Albaqarah 173

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Isi dan arti Surat Al Baqarah ayat 173
http://balikpapankota.depag.go.id/AlQuranDigital/img/s002/a173.png
Artinya :
Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama selain Allah) Tetapi siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
2.2 Asbabun Nuzul Surat Al Baqarah 173
Penjelasan tentang makanan-makanan yang di haramkan tersebut dikemukakan dalam konteks mencela masyarakat Jahiliyah, baik di Mekkah maupun di Madinah. Mereka membolehkan memakan binatang yang mati tanpa disembelih dengan anggapan bahwa setiap hewan disembelih atau dicabut nyawanya (telah mati) adalah halal. Penjelasan tentang keburukan ini dilanjutkan dengan kebohongan mereka yang menyembunyikan kebenaran, baik menyangkut kebenaran Nabi Muhammad, urusan kiblat, haji dan umroh, maupun menyembunyikan tuntunan Allah menyangkut makanan. Orang-orang Yahudi misalnya, menghalalkan hasil suap, orang-orang Nasrani membenarkan sedikit minuman keras, namun dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit dari mereka yang meminumnya dengan banyak.

2.3 Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 173
            2.3.1 Haram Mengnsumsi Bangkai
Makanan haram yang pertama kali disebut oleh ayat Al-Quran ialah bangkai, yaitu binatang yang mati dengan sendirinya tanpa ada suatu usaha manusia yang memang sengaja disembelih atau dengan berburu.
Terkadang hati manusia bertanya-tanya tentang hikmah diharamkannya bangkai itu kepada manusia, dan dibuang begitu saja tidak boleh dimakan. Untuk persoalan ini kami menjawab, bahwa diharamkannya bangkai itu mengandung hikmah yang sangat besar sekali:
·      Manusia yang sehat dengan nalurinya pasti tidak akan makan bangkai dan dia pun akan menganggapnya kotor. Para cendikiawan di kalangan mereka pasti akan beranggapan, bahwa makan bangkai itu adalah suatu perbuatan yang rendah yang dapat menurunkan harga diri manusia. Oleh karena itu seluruh agama Samawi memandangnya bangkai itu suatu makanan yang haram. Mereka tidak boleh makan kecuali yang disembelih, sekalipun berbeda cara menyembelihnya.
·      Binatang yang mati dengan sendirinya, pada umumnya mati karena sesuatu sebab; mungkin karena penyakit yang mengancam, atau karena sesuatu sebab mendatang, atau karena makan tumbuh-tumbuhan yang beracun dan sebagainya. Kesemuanya ini tidak dapat dijamin untuk tidak membahayakan, Contohnya seperti binatang yang mati karena sangat lemah dan kerena keadaannya yang tidak normal.
·      Allah mengharamkan bangkai kepada kita umat manusia, berarti dengan begitu Ia telah memberi kesempatan kepada hewan atau burung (burung bangkai) untuk memakannya sebagai tanda kasih-sayang Allah kepada binatang atau burung-burung tersebut. Karena binatang-binatang itu adalah makhluk seperti kita juga, sebagaimana ditegaskan oleh al-Quran, sungguh Mahabesa Allah.
·      Supaya manusia selalu memperhatikan binatang-binatang yang dimilikinya, tidak membiarkan begitu saja binatangnya itu diserang oleh sakit dan kelemahan sehingga mati dan hancur. Tetapi dia harus segera memberikan pengobatan atau mengistirahatkan.
2.3.2 Haram Mengkonsumsi Darah
Makanan kedua yang diharamkan ialah darah yang mengalir. Ibnu Abbas pernah ditanya tentang limpa (thihal), maka jawab beliau: Makanlah! Orang-orang kemudian berkata: Itu kan darah. Maka jawab Ibnu Abbas: “Darah yang diharamkan atas kamu hanyalah darah yang mengalir”.
Rahasia diharamkannya darah yang mengalir di sini adalah justru karena kotor, yang tidak mungkin jiwa manusia yang bersih suka kepadanya. Bila ditinjau dari kesehatan, darah kaya akan berbagai macam protein. Oleh karena itu saking kayanya protein yang dimiliki darah, darah menjadi kultur yang baik untuk beberapa patogen yang dapat mengancam kesehatan manusia. Dan inipun dapat diduga akan berbahaya, sebagaimana halnya bangkai.
Orang-orang jahiliah dahulu kalau lapar, diambilnya sesuatu yang tajam dari tulang ataupun lainnya, lantas ditusukkannya kepada unta atau binatang dan darahnya yang mengalir itu dikumpulkan kemudian diminum. Begitulah seperti yang dikatakan oleh al-A'syaa dalam syairnya:
Janganlah kamu mendekati bangkai
Jangan pula kamu mengambil tulang yang tajam
Kemudian kamu tusukkan dia untuk mengeluarkan darah.
Oleh karena mengeluarkan darah dengan cara seperti itu termasuk menyakiti dan melemahkan binatang, maka akhirnya diharamkanlah darah tersebut oleh Allah s.w.t.

            2.3.3 Haram Mengkonsumsi Daging Babi
Hikmah Diharamkannya Daging Babi
‘hikmah’ dari pengharaman memakan daging babi ini. Kita tinjau beberapa Mudharat (kerugian) mengkonsumsi daging babi dari berbagai sudut pandang kajian ilmiah, beberapa diantaranya :
·         Babi adalah hewan yang sangat rakus dan kotor
Seperti yang diketahui babi adalah binatang yang tidak memiliki kelenjar keringat. Dengan demikian, segala jenis ekskresi diproses secara internal fisiologis. Proses ekskresi kulit pada babi terjadi dibawah lapisan kulit. Proses ini akan menyebabkan babi selalu kepanasan. Oleh karena itu ia membutuhkan pendingin dari luar. Air contohnya. Tapi ditempat-tempat tertentu air adalah sesutu yang sulit ditemukan. Jadi bagaimana solusinya bagi babi? Jangan khawatir, karena babi ini ternyata punya tehnik tersendiri untuk mendinginkan tubuhnya. Teknik ini disebut ” berkubang”. Dan hebatnya, kubangan yang paling disukainya babi adalah kotorannya sendiri. Babi juga adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi hewan lain. Kita mungkin pernah mendengar pameo ” rakus seperti babi.”. Pameo ini sepenuhnya tepat. Karena babi memang memiliki kecenderungan untuk memakan apa saja yang di depannya. Jika perlu juga memakan makanan yang tak layak dimakan sekalipun seperti sampah atau busuk-busukan bahkan jika dibiarkan ia akan memakan kotoran hewan maupun kotorannya sendiri. Babi akan terus makan hingga tidak ada lagi yang bisa dimakan di hadapannya.
·         Daging Babi mengandung Urid Acid (Asam Urat) dengan kadar yang tinggi (98%)
·          Dalam daging babi terdapat cacing pita (Taenia sollium) yang apabila di konsumsi manusia akan membahayakan karena banyak menimbulkan penyakit.
2.3.4 Haram Mengkonsumsi Binatang yang Disembelih dengan Menyebut Nama Selain Allah
Adapun keharaman suatu yang disembelih sambil menyebutkan nama selain Allah, tidaklah ini diharamkan karena zatnya. Tapi, disebabkan oleh ketidaktulusan jiwa dan tidak adanya bulatan tujuan, maka zat tersebut tergolong yang najis. Karena adanya kaitan akidah dengan segala yang diharamkan. Sungguh Allah telah mendorong kepada manusia agar hanya ber-tawajjuh kepada Allah semata-mata tanpa ada persekutuan.
Dari sini jelas sekali hubungan antara pengharaman dan penghalalan dengan penegasan Allah. Maka, disini ada hubungan yang kuat antara akidah pengesaan Allah dengan masalah halal dan haram bahkan dari segi segala hukum syara’ yang lain.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
·         Islam menyeru manusia supaya makan makanan yang baik, yang telah disediakan oleh Allah kepada mereka di bumi dan kiranya manusia tidak mengikuti jejak syaitan yang selalu menggoda manusia supaya  mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan Allah, dan mengharamkan yang sesuatu yang telah dihalalkan Allah dan syaitan juga menghendaki manusia supaya terjerumus dalam lembah kesesatan.
·          Allah s.w.t. memerintahkan mereka supaya makan makanan yang baik dengan bersyukur kepada Zat yang memberi nikmat.
·          Diharamkan memakan Bangkai (kecuali hewan air/laut dan belalang), darah, daging babi dan hewan yang disembilih dengan menyebut nama selain Allah swt.
·         Terbukti secara ilmiah, bahwa makanan-makanan yang telah diharamkan tersebut jika di konsumsi dapat mengganggu kesehatan manusia.
·          Apabila dalam keadaan terpaksa diperbolehkan memakannya dengan ketentuan tidak dalam keadaan dan tujuan maksiat, tidak berlebihan dan mereka tidak menginginkannya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Daftar Pustaka
Al Qur’anul Karim. 2006. Jakarta: Mahfirah Pustaka
Shihab, M. Quraish. 2002. Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Qur’an vol. I. Jakarta: Lentera Hati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar